Kenaikan harga barang dapat bersifat sementara atau
berlangsung terus-menerus. Ketika kenaikan tersebut berlangsung dalam waktu
yang lama dan terjadi hampir pada seluruh barang dan jasa maka gejala ini
disebut inflasi. Jadi, kenaikan harga pada satu atau dua jenis barang tidak
dapat dikategorikan sebagai inflasi.
Inflasi dan Dampaknya bagi Perekenomian |
Inflasi (inflation) adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus.
Inflasi dapat menurunkan daya beli masyarakat, karena secara
riil tingkat pendapatannya juga menurun. Ada tiga komponen yang menjadi
indikasi kenaikan harga hingga dikategorikan sebagai inflasi, yaitu
- adanya kenaikan harga.
- kenaikan harga tersebut bersifat umum.
- kenaikan harga berlangsung terus-menerus.
Lawan dari inflasi adalah deflasi (deflation), yaitu kondisi di mana tingkat harga mengalami penurunan
terus-menerus.
Jenis-jenis inflasi
Jenis-jenis inflasi dapat dibedakan menjadi:
Berdasarkan
tingginya inflasi
Berdasarkan tingginya inflasi per tahun, inflasi digolongkan
menjadi
1) Inflasi Rendah (Creeping
Inflation)
Inflasi rendah adalah inflasi yang besarnya kurang dari 10%
per tahun. Inflasi ini dibutuhkan dalam ekonomi karena akan mendorong produsen
untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa.
2) Inflasi Menengah (Galloping
Inflation)
Inflasi menengah yaitu inflasi yang besarnya antara 10%
hingga 30% per tahun. Inflasi ini biasanya ditandai oleh naiknya harga-harga
secara cepat dan relatif besar.
3) Inflasi Berat (High
Inflation)
Inflasi berat yaitu inflasi yang besarnya 30% hingga 100%
per tahun.
4) Inflasi sangat tinggi (Hiperinflation)
Inflasi sangat tinggi
ditandai oleh naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (lebih dari
100%). Pada kondisi ini, masyarakat sudah tidak ingin lagi menyimpan uang,
karena nilainya turun sangat tajam sehingga lebih baik ditukarkan dengan
barang.
Berdasarkan sumber penyebabnya, inflasi digolongkan menjadi:
1) Inflasi tekanan permintaan (Demand Full Inflation)
Inflasi ini terjadi karena meningkatnya permintaan atau
pembelian masyarakat terhadap barang dan jasa. Tingginya permintaan tidak
diimbangi oleh peningkatan jumlah penawaran produksi. Akibatnya, sesuai dengan
hukum permintaan, jika permintaan naik sedangkan penawaran tetap, maka harga
akan naik.Jika hal ini berlangsung terus menerus, akan mengakibatkan inflasi
yang berkepanjangan.
Untuk mengatasinya diperlukan adanya pembukaan kapasitas
produksi baru dengan penambahan tenaga kerja baru.
2) Inflasi dorongan biaya (Cost Push Inflation)
Inflasi ini bersumber dari kenaikan biaya produksi
disebabkan kenaikan biaya faktor produksi, misalnya kenaikan harga bahan baku,
energi, atau upah pekerja. Akibat naiknya biaya produksi, maka produsen
terpaksa menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang sama, atau
harga produknya naik karena penurunan jumlah produksi.
3) Bottle neck inflation
Inflasi ini dipicu oleh faktor penawaran (supply) atau faktor permintaan (demand).
Jika dikarenakan faktor penawaran maka persoalannya adalah
sekalipun kapasitas yang ada sudah terpakai, tetapi permintaannya masih banyak
sehingga menimbulkan inflasi.
Adapun inflasi karena faktor permintaan disebabkan adanya
likuiditas yang lebih banyak, baik itu berasal dari sisi keuangan (monetary) atau akibat tingginya
ekspektasi terhadap permintaan baru.
Berdasarkan asalnya
Berdasarkan asalnya, inflasi digolongkan menjadi:
1) Inflasi dari dalam negeri (Domestic Inflation)
Inflasi ini timbul karena terjadi defisit dalam pembiayaan
dan belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja negara. Untuk
mengatasinya, biasanya pemerintah melakukan kebijakan mencetak uang baru.
2) Inflasi dari luar negeri (Imported Inflastion).
Inflasi ini timbul karena negara-negara yang menjadi mitra
dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi. Kenaikan harga-harga di luar
negeri, khususnya di negara-negara mitra dagang utama, secara langsung maupun
tidak langsung akan menimbulkan kenaikan biaya produksi di dalam negeri.
Kenaikan biaya produksi biasanya akan disertai dengan kenaikan harga barang.
Teori-teori inflasi
Gejala-gejala inflasi dapat dijelaskan dengan teori-teori
inflasi. Terdapat tiga teori utama yang menerangkan mengenai inflasi, yaitu:
1) Teori Kuantitas
Teori kuantitas tergolong teori inflasi yang paling awal.
Meski pun demikian masih bisa digunakan untuk menjelaskan proses inflasi pada
zaman modern sekarang ini.
Irving Fisher |
Teori ini mengacu pada persamaan pertukaran dari Irving
Fisher, yaitu:
M . V = P . T
Keterangan:
M
|
=
|
Jumlah uang beredar (money)
|
V
|
=
|
Kecepatan perpindahan uang
|
P
|
=
|
Harga (price)
|
T
|
=
|
Transaksi barang produksi
|
Dari persamaan tersebut dapat
disimpulkan:
*Jika dalam perekonomian, jumlah uang beredar (M) dan
transaksi barang produksi (T) relatif tetap, harga (P) akan naik jika sirkulasi
uang atau kecepatan perpindahan uang (V) dari satu tangan ke tangan lain
berlangsung cepat. Dengan kata lain, kenaikan harga disebabkan masyarakat
terlau konsumtif.
*Jika dalam perekonomian, kecepatan perpindahan uang (V) dan
transaksi barang produksi (T) tetap, kenaikan harga (P) disebabkan oleh terlalu
banyaknya uang yang dicetak dan diedarkan ke masyarakat (M).
*Jika dalam perekonomian, kecepatan perpindahan uang (V) dan
jumlah uang beredar (M) tetap, kenaikan harga (P) disebabkan oleh turunnya
transaski barang produksi (T) secara nasional.
Dengan demikian, persentase kenaikan harga hanya akan
sebanding dengan kenaikan jumlah uang beredar atau sirkulasi uang, tetap
berbanding terbalik terhadap jumlah produksi nasional.
2) Teori Keynes
Menurut Keynes, inflasi terjadi karena ada sebagian
masyarakat yang ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi
merupakan proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok sosial
yang menginginkan bagian lebih besar dari yang bisa disediakan oleh masyarakat
tersebut.
John Maynard Keynes |
Proses perebutan inilah yang terlihat pada keadaan di mana
permintaan masyarakat terhadap barang-barang selalu melebihi jumlah barang yang
tersedia. Hal ini menimbulkan apa yang disebut celah inflasi (inflationary gap).
Celah inflasi timbul karena golongan-golongan masyarakat
berhasil mewujudkan keinginan mereka menjadi permintaan efektif (permintaan
berdaya beli) terhadap barang-barang dan jasa. Golongan masyarakat tersebut
adalah pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.
Pemerintah berusaha memperoleh pendapatan yang besar dengan
cara mencetak uang baru. Pengusaha melakukan investasi dengan modal yang
diperoleh dari kredit bank. Sedangkan pekerja berusaha memperoleh kenaikan
gaji/upah agar bisa lebih banyak membeli barang dan jasa.
Inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan
efektif dari semua golongan masyarakat tersebut melebihi jumlah output yang
dihasilkan.
3)Teori Strukturalis
Teori strukturalis disusun berdasarkan pada pengalaman di
negara-negara Amerika Latin. Teori ini memberikan perhatian besar terhadap
struktur perekonomian di negara berkembang.
Inflasi di negara berkembang terutama disebabkan oleh
faktor-faktor ekonominya. Menurut teori ini, kondisi struktur ekonomi negara
berkembang yang dapat menimbulkan inflasi adalah:
a) Ketidak-elastisan penerimaan ekspor
Nilai ekspor di negara berkembang tumbuh secara lamban
dibandingkan pertumbuhan sektor-sektor lain. Ada pun penyebabnya adalah harga
produk-produk pertanian yang tidak stabil atau rendah dan produksi
barang-barang ekspor tidak mampu mengikuti perubahan harga.
b) Ketidak-elastisan penawaran atau produksi makanan di dalam
negeri
Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat
pertambahan penduduk dan pendapatan per kapitanya. Hal ini menyebabkan harga
bahan makanan di dalam negeri cenderung naik, melebihi kenaikan harga barang
lain.
Dampak yang ditimbulkan adalah munculnya tuntutan karyawan
untuk mendapat kenaikan upah. Naiknya upah karyawan menyebabkan kenaikan ongkos
produksi, yang kemudian berimbas pada kenaikan harga barang-barang.
Kenaikan harga barang ini kemudian akan memunculkan tuntutan
kenaikan gaji lagi, yang diikuti dengan kenaikan harga produksi dan kenaikan
harga barang lagi. Begitu seterusnya, berputar dalam lingkaran tiada akhir,
menyebabkan terjadinya inflasi berkepanjangan jika pembangunan sektor penghasil
bahan pangan dan industri barang ekspor tidak ditambah.
Penyebab inflasi di
Indonesia
Berdasarkan penyebab terjadinya inflasi di Indonesia,
inflasi dikelompokkan menjadi:
1) Inflasi Inti
Inflasi inti yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor
fundamental, yaitu:
a. Interaksi permintaan-penawaran.
b. Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditas
internasional, inflasi mitra dagang.
c. Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.
2) Inflasi Non-Inti
Inflasi non-inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh selain
faktor fundamental, yang terdiri atas:
a. Inflasi Volatile Foods
Inflasi yang dipengaruhi shocks
dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, gangguan penyakit
dsb.
b. Inflasi Administered
Prices
Inflasi yang dipengaruhi shocks
berupa kebijakan harga pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan,
dsb.
Dampak Inflasi
terhadap Kegiatan Ekonomi
Inflasi mempunyai dampak terhadap individu mau pun bagi
kegiatan perekonomian secara luas. Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat
negatif atau pun positif, tergantung tingkat inflasi yang terjadi. Laju inflasi
yang terlalu tinggi akan mengganggu pertumbuhan ekonomi dan menyengsarakan
masyarakat yang berpenghasilan tetap dan rendah.
Dampak positif
Inflasi
Pengaruh positif inflasi terjadi jika tingkat inflasi masih
berada pada persentase tingkat bunga kredit yang berlaku.
Misalnya, pada suatu waktu tingkat bunga kredit adalah 15%
per tahun dan tingkat inflasi yang terjadi pada waktu itu adalah 5%. Bagi negara
maju, inflasi seperti ini akan mendorong kegiatan ekonomi dan pembangunan. Hal ini
terjadi karena para pengusaha dapat memanfaatkan kenaikan harga untuk
berinvestasi, memproduksi serta menjual barang dan jasa.
Selain itu, pihak yang mendapat keuntungan dengan adanya
inflasi adalah orang yang persentase kenaikan pendapatannya melebihi persentase
kenaikan inflasi, mereka yang memiliki kekayaan dalam bentuk barang atau emas,
dan buruh yang tergabung dalam serikat buruh kerja yang kuat, sehingga mereka
dapat menuntut kenaikan upah melebihi kenaikan laju inflasi.
Inflasi juga berdampak pada masyarakat yang semakin selektif
dalam mengonsumsi. Produksi akan diusahakan seefisien mungkin dan konsumtifisme
dapat ditekan.
Dampak negatif
Inflasi
Inflasi yang terlalu tinggi membawa dampak yang tidak
sedikit terhadap perekonomian, terutama tingkat kemakmuran masyarakat, antara
lain:
a. Jika harga barang secara umum naik terus-menerus,
masyarakat akan panik sehingga perekonomian tidak berjalan normal. Di satu
sisi, masyarakat yang memiliki uang berlebih akan memborong barang, sementara
yang kekurangan uang tidak bisa membeli barang. Akibatnya negara rentan
terhadap segala macam kekacauan yang ditimbulkannya.
b. Dampak dari kepanikan masyarakat akan inflasi menyebabkan
masyarakat cenderung menarik tabungannya secara besar-besaran (rush) untuk membeli dan menumpuk barang.
Akibatnya, bank kekurangan dana yang berdampak pada likuiditas bank serta
rendahnya dana investasi yang tersedia.
c. Produsen cenderung memanfaatkan kenaikan harga untuk
memperbesar keuntungan dengan cara mempermainkan harga pasar sehingga harga
akan terus naik. Tetapi jika inflasi terjadi berkepanjangan, produsen terancam
bangkrut karena harga produknya semakin mahal sehingga tidak lagi mampu terbeli
oleh masyarakat
d. Distribusi barang akan relatif tidak adil karena adanya
penumpukan dan konsentrasi produk pada daerah yang masyarakatnya dekat dengan
sumber produksi serta yang masyarakatnya memiliki banyak uang.
Cara Mengendalikan
Inflasi
Jika dilihat lagi, ternyata inflasi lebih sering menimbulkan
dampak negatif dibanding dampak positif yang dirasakan masyarakat, terutama
masyarakat miskin dan golongan berpenghasilan tetap. Dalam tingkat tinggi,
inflasi bahkan dapat mengganggu jalannya perekonomian suatu negara.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Bank Indonesia memiliki
kebijakan untuk mengendalikan inflasi. Pengendalian inflasi bukanlah
menghilangkan inflasi sama sekali. Melainkan berupaya mencapai tingkat inflasi
yang ideal (diharapkan).
Berikut beberapa kebijakan pemerintah dalam mengendalikan
inflasi:
1) Kebijakan Moneter
Menurut teori moneter klasik, inflasi terjadi karena
penambahan jumlah uang beredar. Dengan demikian, secara teoretis inflasi dapat
diatasi dengan mengendalikan jumlah uang beredar.
Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.
Ketika jumlah uang beredar terlalu berlebihan sehingga
inflasi meningkat tajam, Bank Indonesia akan segera menerapkan berbagai
kebijakan moneter untuk mengurangi peredaran uang. Jenis-jenis kebijakan yang
dapat diambil antara lain penetapan persediaan kas, politik diskonto, dan
operasi pasar terbuka. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi
jumlah uang yang beredar.
(Baca juga: BankSentral)
2) Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang berkaitan dengan
penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal dilakukan pemerintah
untuk mengurangi inflasi adalah dengan mengurangi pengeluaran pemerintah,
menaikkan tarif pajak dan mengadakan pinjaman pemerintah.
3) Kebijakan
Non-moneter dan Non-fiskal
Selain dua kebijakan tadi, pemerintah dapat mengambil
kebijakan non-moneter dan non-fiskal dengan tiga cara, yaitu:
- Menaikkan hasil produksi,
- Menstabilkan upah (gaji),
- Pengamanan harga dan distribusi barang.
Sumber:
BSE Ekonomi kelas 10
oleh Nurcahyaningtyas
BSE Mengasah kemampuan
ekonomi kelas 10 oleh Bambang Widjajanta dkk
No comments:
Post a Comment