Thursday, December 13, 2018

Inflasi dan Dampaknya bagi Perekonomian


Kenaikan harga barang dapat bersifat sementara atau berlangsung terus-menerus. Ketika kenaikan tersebut berlangsung dalam waktu yang lama dan terjadi hampir pada seluruh barang dan jasa maka gejala ini disebut inflasi. Jadi, kenaikan harga pada satu atau dua jenis barang tidak dapat dikategorikan sebagai inflasi.
Inflasi dan Dampaknya bagi Perekenomian


Inflasi (inflation) adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus.
Inflasi dapat menurunkan daya beli masyarakat, karena secara riil tingkat pendapatannya juga menurun. Ada tiga komponen yang menjadi indikasi kenaikan harga hingga dikategorikan sebagai inflasi, yaitu


  • adanya kenaikan harga.
  • kenaikan harga tersebut bersifat umum.
  • kenaikan harga berlangsung terus-menerus.
Lawan dari inflasi adalah deflasi (deflation), yaitu kondisi di mana tingkat harga mengalami penurunan terus-menerus.

Jenis-jenis inflasi

Jenis-jenis inflasi dapat dibedakan menjadi:

Berdasarkan tingginya inflasi
Berdasarkan tingginya inflasi per tahun, inflasi digolongkan menjadi

1) Inflasi Rendah (Creeping Inflation)
Inflasi rendah adalah inflasi yang besarnya kurang dari 10% per tahun. Inflasi ini dibutuhkan dalam ekonomi karena akan mendorong produsen untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa.

2) Inflasi Menengah (Galloping Inflation)
Inflasi menengah yaitu inflasi yang besarnya antara 10% hingga 30% per tahun. Inflasi ini biasanya ditandai oleh naiknya harga-harga secara cepat dan relatif besar.

3) Inflasi Berat (High Inflation)
Inflasi berat yaitu inflasi yang besarnya 30% hingga 100% per tahun.

4) Inflasi sangat tinggi (Hiperinflation)
 Inflasi sangat tinggi ditandai oleh naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (lebih dari 100%). Pada kondisi ini, masyarakat sudah tidak ingin lagi menyimpan uang, karena nilainya turun sangat tajam sehingga lebih baik ditukarkan dengan barang.

Berdasarkan sumber penyebab
Berdasarkan sumber penyebabnya, inflasi digolongkan menjadi: 

1) Inflasi tekanan permintaan (Demand Full Inflation)
Inflasi ini terjadi karena meningkatnya permintaan atau pembelian masyarakat terhadap barang dan jasa. Tingginya permintaan tidak diimbangi oleh peningkatan jumlah penawaran produksi. Akibatnya, sesuai dengan hukum permintaan, jika permintaan naik sedangkan penawaran tetap, maka harga akan naik.Jika hal ini berlangsung terus menerus, akan mengakibatkan inflasi yang berkepanjangan.
Untuk mengatasinya diperlukan adanya pembukaan kapasitas produksi baru dengan penambahan tenaga kerja baru.

2) Inflasi dorongan biaya (Cost Push Inflation)
Inflasi ini bersumber dari kenaikan biaya produksi disebabkan kenaikan biaya faktor produksi, misalnya kenaikan harga bahan baku, energi, atau upah pekerja. Akibat naiknya biaya produksi, maka produsen terpaksa menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang sama, atau harga produknya naik karena penurunan jumlah produksi.

3) Bottle neck inflation
Inflasi ini dipicu oleh faktor penawaran (supply) atau faktor permintaan (demand).
Jika dikarenakan faktor penawaran maka persoalannya adalah sekalipun kapasitas yang ada sudah terpakai, tetapi permintaannya masih banyak sehingga menimbulkan inflasi.
Adapun inflasi karena faktor permintaan disebabkan adanya likuiditas yang lebih banyak, baik itu berasal dari sisi keuangan (monetary) atau akibat tingginya ekspektasi terhadap permintaan baru.

Berdasarkan asalnya
Berdasarkan asalnya, inflasi digolongkan menjadi:

1) Inflasi dari dalam negeri (Domestic Inflation)
Inflasi ini timbul karena terjadi defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja negara. Untuk mengatasinya, biasanya pemerintah melakukan kebijakan mencetak uang baru.

2) Inflasi dari luar negeri (Imported Inflastion).
Inflasi ini timbul karena negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami inflasi yang tinggi. Kenaikan harga-harga di luar negeri, khususnya di negara-negara mitra dagang utama, secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan kenaikan biaya produksi di dalam negeri. Kenaikan biaya produksi biasanya akan disertai dengan kenaikan harga barang.

Teori-teori inflasi

Gejala-gejala inflasi dapat dijelaskan dengan teori-teori inflasi. Terdapat tiga teori utama yang menerangkan mengenai inflasi, yaitu:

1) Teori Kuantitas

Teori kuantitas tergolong teori inflasi yang paling awal. Meski pun demikian masih bisa digunakan untuk menjelaskan proses inflasi pada zaman modern sekarang ini.

Irving Fisher


Teori ini mengacu pada persamaan pertukaran dari Irving Fisher, yaitu:
M . V = P . T

Keterangan:
M
=
Jumlah uang beredar (money)
V
=
Kecepatan perpindahan uang
P
=
Harga (price)
T
=
Transaksi barang produksi
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan:
*Jika dalam perekonomian, jumlah uang beredar (M) dan transaksi barang produksi (T) relatif tetap, harga (P) akan naik jika sirkulasi uang atau kecepatan perpindahan uang (V) dari satu tangan ke tangan lain berlangsung cepat. Dengan kata lain, kenaikan harga disebabkan masyarakat terlau konsumtif.
*Jika dalam perekonomian, kecepatan perpindahan uang (V) dan transaksi barang produksi (T) tetap, kenaikan harga (P) disebabkan oleh terlalu banyaknya uang yang dicetak dan diedarkan ke masyarakat (M).
*Jika dalam perekonomian, kecepatan perpindahan uang (V) dan jumlah uang beredar (M) tetap, kenaikan harga (P) disebabkan oleh turunnya transaski barang produksi (T) secara nasional.
Dengan demikian, persentase kenaikan harga hanya akan sebanding dengan kenaikan jumlah uang beredar atau sirkulasi uang, tetap berbanding terbalik terhadap jumlah produksi nasional.

2) Teori Keynes

Menurut Keynes, inflasi terjadi karena ada sebagian masyarakat yang ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi merupakan proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian lebih besar dari yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut.
John Maynard Keynes

Proses perebutan inilah yang terlihat pada keadaan di mana permintaan masyarakat terhadap barang-barang selalu melebihi jumlah barang yang tersedia. Hal ini menimbulkan apa yang disebut celah inflasi (inflationary gap).

Celah inflasi timbul karena golongan-golongan masyarakat berhasil mewujudkan keinginan mereka menjadi permintaan efektif (permintaan berdaya beli) terhadap barang-barang dan jasa. Golongan masyarakat tersebut adalah pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.

Pemerintah berusaha memperoleh pendapatan yang besar dengan cara mencetak uang baru. Pengusaha melakukan investasi dengan modal yang diperoleh dari kredit bank. Sedangkan pekerja berusaha memperoleh kenaikan gaji/upah agar bisa lebih banyak membeli barang dan jasa.
Inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat tersebut melebihi jumlah output yang dihasilkan.

3)Teori Strukturalis

Teori strukturalis disusun berdasarkan pada pengalaman di negara-negara Amerika Latin. Teori ini memberikan perhatian besar terhadap struktur perekonomian di negara berkembang. 

Inflasi di negara berkembang terutama disebabkan oleh faktor-faktor ekonominya. Menurut teori ini, kondisi struktur ekonomi negara berkembang yang dapat menimbulkan inflasi adalah:

a) Ketidak-elastisan penerimaan ekspor
Nilai ekspor di negara berkembang tumbuh secara lamban dibandingkan pertumbuhan sektor-sektor lain. Ada pun penyebabnya adalah harga produk-produk pertanian yang tidak stabil atau rendah dan produksi barang-barang ekspor tidak mampu mengikuti perubahan harga.

b) Ketidak-elastisan penawaran atau produksi makanan di dalam negeri
Produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan pendapatan per kapitanya. Hal ini menyebabkan harga bahan makanan di dalam negeri cenderung naik, melebihi kenaikan harga barang lain.
Dampak yang ditimbulkan adalah munculnya tuntutan karyawan untuk mendapat kenaikan upah. Naiknya upah karyawan menyebabkan kenaikan ongkos produksi, yang kemudian berimbas pada kenaikan harga barang-barang.
Kenaikan harga barang ini kemudian akan memunculkan tuntutan kenaikan gaji lagi, yang diikuti dengan kenaikan harga produksi dan kenaikan harga barang lagi. Begitu seterusnya, berputar dalam lingkaran tiada akhir, menyebabkan terjadinya inflasi berkepanjangan jika pembangunan sektor penghasil bahan pangan dan industri barang ekspor tidak ditambah.

Penyebab inflasi di Indonesia

Berdasarkan penyebab terjadinya inflasi di Indonesia, inflasi dikelompokkan menjadi:

1) Inflasi Inti
Inflasi inti yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental, yaitu:
a. Interaksi permintaan-penawaran.
b. Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditas internasional, inflasi mitra dagang.
c. Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.

2) Inflasi Non-Inti
Inflasi non-inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh selain faktor fundamental, yang terdiri atas:
a. Inflasi Volatile Foods
Inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, gangguan penyakit dsb.
b. Inflasi Administered Prices
Inflasi yang dipengaruhi shocks berupa kebijakan harga pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan, dsb.

Dampak Inflasi terhadap Kegiatan Ekonomi

Inflasi mempunyai dampak terhadap individu mau pun bagi kegiatan perekonomian secara luas. Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat negatif atau pun positif, tergantung tingkat inflasi yang terjadi. Laju inflasi yang terlalu tinggi akan mengganggu pertumbuhan ekonomi dan menyengsarakan masyarakat yang berpenghasilan tetap dan rendah.

Dampak positif Inflasi

Pengaruh positif inflasi terjadi jika tingkat inflasi masih berada pada persentase tingkat bunga kredit yang berlaku.

Misalnya, pada suatu waktu tingkat bunga kredit adalah 15% per tahun dan tingkat inflasi yang terjadi pada waktu itu adalah 5%. Bagi negara maju, inflasi seperti ini akan mendorong kegiatan ekonomi dan pembangunan. Hal ini terjadi karena para pengusaha dapat memanfaatkan kenaikan harga untuk berinvestasi, memproduksi serta menjual barang dan jasa.

Selain itu, pihak yang mendapat keuntungan dengan adanya inflasi adalah orang yang persentase kenaikan pendapatannya melebihi persentase kenaikan inflasi, mereka yang memiliki kekayaan dalam bentuk barang atau emas, dan buruh yang tergabung dalam serikat buruh kerja yang kuat, sehingga mereka dapat menuntut kenaikan upah melebihi kenaikan laju inflasi.

Inflasi juga berdampak pada masyarakat yang semakin selektif dalam mengonsumsi. Produksi akan diusahakan seefisien mungkin dan konsumtifisme dapat ditekan.

Dampak negatif Inflasi

Inflasi yang terlalu tinggi membawa dampak yang tidak sedikit terhadap perekonomian, terutama tingkat kemakmuran masyarakat, antara lain:

a. Jika harga barang secara umum naik terus-menerus, masyarakat akan panik sehingga perekonomian tidak berjalan normal. Di satu sisi, masyarakat yang memiliki uang berlebih akan memborong barang, sementara yang kekurangan uang tidak bisa membeli barang. Akibatnya negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang ditimbulkannya.

b. Dampak dari kepanikan masyarakat akan inflasi menyebabkan masyarakat cenderung menarik tabungannya secara besar-besaran (rush) untuk membeli dan menumpuk barang. Akibatnya, bank kekurangan dana yang berdampak pada likuiditas bank serta rendahnya dana investasi yang tersedia.

c. Produsen cenderung memanfaatkan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan cara mempermainkan harga pasar sehingga harga akan terus naik. Tetapi jika inflasi terjadi berkepanjangan, produsen terancam bangkrut karena harga produknya semakin mahal sehingga tidak lagi mampu terbeli oleh masyarakat

d. Distribusi barang akan relatif tidak adil karena adanya penumpukan dan konsentrasi produk pada daerah yang masyarakatnya dekat dengan sumber produksi serta yang masyarakatnya memiliki banyak uang.


Cara Mengendalikan Inflasi

Jika dilihat lagi, ternyata inflasi lebih sering menimbulkan dampak negatif dibanding dampak positif yang dirasakan masyarakat, terutama masyarakat miskin dan golongan berpenghasilan tetap. Dalam tingkat tinggi, inflasi bahkan dapat mengganggu jalannya perekonomian suatu negara.

Oleh karena itu, pemerintah melalui Bank Indonesia memiliki kebijakan untuk mengendalikan inflasi. Pengendalian inflasi bukanlah menghilangkan inflasi sama sekali. Melainkan berupaya mencapai tingkat inflasi yang ideal (diharapkan).

Berikut beberapa kebijakan pemerintah dalam mengendalikan inflasi:

1) Kebijakan Moneter
Menurut teori moneter klasik, inflasi terjadi karena penambahan jumlah uang beredar. Dengan demikian, secara teoretis inflasi dapat diatasi dengan mengendalikan jumlah uang beredar.

Kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar.

Ketika jumlah uang beredar terlalu berlebihan sehingga inflasi meningkat tajam, Bank Indonesia akan segera menerapkan berbagai kebijakan moneter untuk mengurangi peredaran uang. Jenis-jenis kebijakan yang dapat diambil antara lain penetapan persediaan kas, politik diskonto, dan operasi pasar terbuka. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar.

(Baca juga: BankSentral)

2) Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal dilakukan pemerintah untuk mengurangi inflasi adalah dengan mengurangi pengeluaran pemerintah, menaikkan tarif pajak dan mengadakan pinjaman pemerintah.

3) Kebijakan Non-moneter dan Non-fiskal
Selain dua kebijakan tadi, pemerintah dapat mengambil kebijakan non-moneter dan non-fiskal dengan tiga cara, yaitu:
  • Menaikkan hasil produksi,
  • Menstabilkan upah (gaji),
  • Pengamanan harga dan distribusi barang.
Sumber:
BSE Ekonomi kelas 10 oleh Nurcahyaningtyas
BSE Mengasah kemampuan ekonomi kelas 10 oleh Bambang Widjajanta dkk





No comments:

Post a Comment

Post terbaru

Bukan dari kertas! Uang kertas ternyata dibuat dengan bahan ini

Pernah merasa penasaran mengapa uang rupiah kertas yang selama ini kita pegang dan gunakan ternyata lebih tahan lama dari pada lembaran ...

Post Populer