Monday, November 12, 2018

Perbankan Syariah


Perbankan syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan hukum Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut mau pun meminjam dengan bunga atau yang disebut riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misalnya: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), yang mana hal-hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir dan dirintis oleh Ahman El Najjar. Ia mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963.

Perbankan Syariah

Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Di Indonesia, pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. 
Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.

Bank Muamalat sempat terimbas krisis pada akhir tahun 90-an sehingga modalnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. Bank Pembangunan Islam (IDB) kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini. Akhirnya, pada periode 1999-2002, Bank Muamalat dapat bangkit kembali dan menghasilkan laba.

Bank Muamalat, bank syariah pertama di Indonesia

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progress perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir (sejak 2008), maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Saat ini, terdapat beberapa bank syariah di Indonesia dan sebagian di antaranya merupakan anak dari perbankan konvensional seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Permata Syariah, BRI Syariah, dan BNI Syariah.

(Baca juga: Bank Umum)

Bank syariah yang merupakan anak dari perbankan konvensional


Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dengan kerangka sistem perbankan ganda (dual-banking system) dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat.

Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.

Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia,  pada tahun 2002 Bank Indonesia sebagai bank sentral telah menerbitkan “Cetak biru pengembangan perbankan syariah di Indonesia”.

(Baca juga: Bank Sentral)

Cetak biru ini memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah. Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dan pada akhirnya, Bank Indonesia ingin mewujudkan sistem perbankan syariah yang moder, bersifat universal, dan terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa kecuali.

Prinsip Perbankan Syariah

Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam transaksi keuangan.

Oleh karena itu terdapat beberapa prinsip/hukum yang dianut sistem perbankan syariah antara lain:

  • Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
  • Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
  • Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
  • Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
  • Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam Islam. Usaha minuman keras misalnya, tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.

Produk Bank Berbasis Syariah

1) Mudharabah
Mudharabah adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Risiko kerugian ditanggung penuh oleh pihal bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian, dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.

2) Musyarakah (Joint Venture)
Konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati, sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak.

3) Murabahah
Murabahah  yaitu penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa, kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank. Pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut.

4) Wadiah (jasa penitipan)
Wadiah adalah jasa penitipan dana (tabungan) di mana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah, bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan untuk memberikan bonus kepada nasabah.

5) Deposito mudharabah
Melalui deposito ini, nasabah dapat menyimpan dana di bank dalam kurun waktu tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan rasio tertentu.

Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut.

Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah di samping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat, juga akan mengurangi transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.

Sumber:
BSE Ekonomi kelas 10 oleh Nurcahyaningtyas
https://www.bi.go.id/id/perbankan/syariah/Contents/Default.aspx

No comments:

Post a Comment

Post terbaru

Bukan dari kertas! Uang kertas ternyata dibuat dengan bahan ini

Pernah merasa penasaran mengapa uang rupiah kertas yang selama ini kita pegang dan gunakan ternyata lebih tahan lama dari pada lembaran ...

Post Populer