Perbankan syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem
perbankan yang dikembangkan berdasarkan hukum Islam. Usaha pembentukan sistem
ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut mau pun meminjam
dengan bunga atau yang disebut riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha
yang dikategorikan haram (misalnya: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), yang mana hal-hal
ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir dan dirintis
oleh Ahman El Najjar. Ia mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis
profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963.
Perbankan Syariah |
Kebijakan Pengembangan
Perbankan Syariah di Indonesia
Di Indonesia, pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat
Indonesia.
Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendikiawan Muslim
Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim.
Bank Muamalat sempat terimbas krisis pada akhir tahun 90-an
sehingga modalnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. Bank Pembangunan
Islam (IDB) kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini. Akhirnya, pada
periode 1999-2002, Bank Muamalat dapat bangkit kembali dan menghasilkan laba.
Bank Muamalat, bank syariah pertama di Indonesia |
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri
perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan
akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progress perkembangannya
yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% per
tahun dalam lima tahun terakhir (sejak 2008), maka diharapkan peran industri perbankan
syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
Saat ini, terdapat beberapa bank syariah di Indonesia dan
sebagian di antaranya merupakan anak dari perbankan konvensional seperti Bank
Syariah Mandiri, Bank Permata Syariah, BRI Syariah, dan BNI Syariah.
(Baca juga: Bank Umum)
(Baca juga: Bank Umum)
Bank syariah yang merupakan anak dari perbankan konvensional |
Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan
dengan kerangka sistem perbankan ganda (dual-banking system)
dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia
(API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada
masyarakat.
Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan
konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih
luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian
nasional.
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah
dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan
perbankan syariah di Indonesia, pada
tahun 2002 Bank Indonesia sebagai bank sentral telah menerbitkan “Cetak biru pengembangan perbankan
syariah di Indonesia”.
(Baca juga: Bank Sentral)
(Baca juga: Bank Sentral)
Cetak biru ini memuat visi, misi dan sasaran pengembangan
perbankan syariah. Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih
diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dan
pada akhirnya, Bank Indonesia ingin mewujudkan sistem perbankan syariah yang
moder, bersifat universal, dan terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa
kecuali.
Prinsip Perbankan
Syariah
Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi
berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang
saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan
dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai
kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan
spekulatif dalam transaksi keuangan.
Oleh karena itu terdapat beberapa prinsip/hukum yang dianut sistem
perbankan syariah antara lain:
- Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
- Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
- Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
- Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
- Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam Islam. Usaha minuman keras misalnya, tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Produk Bank Berbasis
Syariah
1) Mudharabah
Mudharabah adalah perjanjian antara penyedia modal dengan
pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu
yang disepakati. Risiko kerugian ditanggung penuh oleh pihal bank kecuali
kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian, dan
penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan.
2) Musyarakah (Joint
Venture)
Konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint
venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati,
sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki
masing-masing pihak.
3) Murabahah
Murabahah yaitu
penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang
dibutuhkan pengguna jasa, kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan
harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank. Pengguna
jasa dapat mengangsur barang tersebut.
4) Wadiah (jasa penitipan)
Wadiah adalah jasa penitipan dana (tabungan) di mana penitip
dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah, bank tidak
berkewajiban, namun diperbolehkan untuk memberikan bonus kepada nasabah.
5) Deposito mudharabah
Melalui deposito ini, nasabah dapat menyimpan dana di bank
dalam kurun waktu tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah
yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan rasio
tertentu.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya
penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan
hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan
harmonisasi di antara kedua sektor tersebut.
Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah di
samping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat, juga akan
mengurangi transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas
sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka
menengah-panjang.
Sumber:
BSE Ekonomi kelas 10
oleh Nurcahyaningtyas
https://www.bi.go.id/id/perbankan/syariah/Contents/Default.aspx
No comments:
Post a Comment