Pernah merasa penasaran mengapa uang rupiah kertas yang
selama ini kita pegang dan gunakan ternyata lebih tahan lama dari pada lembaran
kertas biasanya? Bingung kan, namanya uang kertas, tapi kok rasanya lebih ‘tangguh’
ya, mungkin memang lecek sih, tapi
cukup sulit untuk sobek dibanding kertas buku tulis (kecuali kalau memang
sengaja dirobek ya).
Nah, usut punya usut, nama uang kertas itu memang tidak lebih
dari simbolis saja. Buktinya uang kertas di beberapa negara, bahkan di
Indonesia sendiri pernah menggunakan bahan plastik. Nama uang kertas melekat di
masyarakat kita sebagai penggambaran bentuknya yang sangat pipih dan berupa
lembaran. Kan tidak lucu dong, kalau namanya uang lembaran.
Dalam memilih suatu bahan yang akan digunakan sebagai bahan
pembuat uang, pemerintah perlu mempertimbangkan beberapa hal. Jadi, tidak
sekedar asal pilih ya. Beberapa pertimbangan itu antara lain:
1.Bahan yang digunakan sebisa mungkin merupakan bahan lokal
yang membumi sehingga menguntungkan produsen dalam negeri dan menghemat biaya
produksi uang.
2.Bahan yang digunakan harus tahan lama. Hal ini menjadi
penting, mengingat uang yang beredar akan berpindah tangan sampai ratusan atau
ribuan kali sebelum emisi selanjutnya diterbitkan.
Selain itu, pemerintah juga harus mempertimbangkan bagaimana
perilaku masyarakat yang akan menggunakan uang itu nantinya. Misalnya saja,
uang kertas tidak selamanya akan berada di dalam dompet yang nyaman dan kering.
Ada kalanya, uang kertas itu terjatuh,
terinjak, masuk ke dalam air dan sebagainya. Atau, bisa saja tertinggal di saku
baju sehingga ikut tercuci dan ikut disetrika juga.
Lebih-lebih, kalau uang kertas itu adalah uang kertas ‘kasta
bawah’, sebut saja, uang Rp1.000 dan Rp2.000. Kebanyakan orang pasti akan
memperlakukan uang seratus ribuannya dengan lebih baik ketimbang uang seribu
atau dua ribuan. Perlakuan yang uang-uang ini terima bisa sangat kejam:
diremas, dilipat sampai juga dijadikan kapal-kapalan! Maklum saja, uang-uang
itu kebanyakan dipegang anak kecil, untuk jajan hariannya.
Di negara kita tercinta, Indonesia, khusus uang kertas emisi
2016 lalu, yang masih digunakan sampai 2019 ini, bahan uang kertas yang
digunakan adalah serat kapas. Mengapa serat kapas? Menurut Direktur Eksekutif
Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, serat kapas dinilai memiliki beberapa
kelebihan dibanding kertas biasa atau pun bahan plastik yang pernah digunakan
untuk lembar uang Rp100.000 dulu. Berikut beberapa kelebihan serat kapas:
1.Serat kapas bersifat lentur dan tidak mudah sobek. Dalam kondisi
normal, serat kapas dapat tahan sampai
3.500 kali lipatan bolak-balik tanpa sobek!
2.Serat kapas diproduksi di dalam negeri sehingga menghemat
biaya produksi uang sekaligus menguntungkan produsen dalam negeri.
3.Serat kapas lebih tahan panas dibanding bahan polimer. Bahan
polimer yang sejenis plastik, pernah digunakan sebagai bahan baku uang kertas
Rp100.000. Uang kertas dengan bahan polimer dinilai lebih sulit dipalsukan
dibandingkan bahan kertas lainnya. Namun, bahan ini tidak lagi digunakan pada
emisi 2016 karena dianggap rentan ‘meleleh’ terkena panas.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2006, yang bertanggung
jawab untuk pencetakan uang ini adalah Perum Peruri (Perusahaan Umum Percetaka
Uang Republik Indonesia) di bawah pengawasan Bank Indonesia selaku penanggung
jawab kebijakan moneter berkaitan dengan jumlah uang beredar.
Ibarat pepatah, tak kenal maka tak sayang. Kita yang tidak
tahu bagaimana susahnya uang dibuat (dan lebih susah lagi diperolehnya😅) akan
sulit menyayanginya. Semoga setelah membaca artikel ini, sobat dunia uang bisa
lebih mencintai dan menghargai uang di tangan sobat. Tapi, jangan juga jadi
kecintaan yang berlebihan ya, karena uang bukan segalanya, sobat😉